my blog

hanya file2 yg mnurut ku wajar tuk diposting... tp kbanyakan tntg kampung ku nan unik aja

kimak again

kimak again

kimak

kimak

Rabu, 22 September 2010

nganggung???

Membicarakan Bangka berarti
membicarakan tradisi yang ada di
dalamnya. Tradisi yang masih
melekat dalam ranah tanah Bangka
adalah Nganggung, yaitu sebuah
kegiatan membawa dulang berisi
makanan ke mesjid atau langgar.
Nganggung merupakan rangkaian
kegiatan yang mencerminkan nilai-
nilai kebersamaan, saling membantu
antarwarga dalam suatu desa atau
kampung.
Meski dihadapkan dengan derasnya
hantaman zaman, kegiatan ini masih
berlanjut dan diapresiasi masyarakat
dalam berbagai kepentingan yang
termaktub di dalamnya. Nganggung
dilakukan untuk menyambut
datangnya hari besar keagamaan,
menghormati orang yang
meninggal dunia atau menyambut
kedatangan tamu besar, seperti
gubernur atau bupati.
Terlepas dari apa kepentingan tamu
ini, bagi warga, tamu tetap harus
disambut, dijunjung tinggi dan
dilayani dengan sebaik-baiknya. Cara
atau bentuk pelayanan itu adalah
memberikan makanan secukupnya
—atau bisa dibilang, sekenyang-
kenyangnya—kepada sang tamu.
Di Kabupaten Bangka, upaya formal
yang dilakukan terkait kegiatan
nganggung ini bahkan dibentuk
dalam sebuah perda bernomor 06/
PD/DPRD/1971, yang disebut
kegiatan sepintu sedulang.
Jika ditilik, kegiatan nganggung
untuk menyambut hari besar
keagamaan ini sudah menyeluruh di
berbagai daerah di Pulau Bangka.
Kegiatan nganggung pun kerap
dilakukan masyarakat Bangka untuk
membantu keluarga yang
mengalami musibah. Seperti 7 hari,
25 hari, 40 hari dan 100 hari setelah
kematian seseorang, biasanya
dilakukan nganggung. Tanpa
dikomandoi siapapun, selepas
maghrib warga spontan langsung
ke mesjid atau ke balai adat dengan
membawa dulang. Di beberapa
wilayah di Bangka melakukannya
sebelum shalat Jumat, antara pukul
09.00 hingga 11.00 (siang).
Tafsiran nganggung di sini adalah
membantu keluarga yang
diringgalkan, sebab dalam
terminologi tradisi Bangka, kegiatan
tahlilan untuk orang yang meninggal
dunia disudahi dengan kegiatan
makan-makan. Makanan ini dibawa
oleh warga yang juga sebagai
peserta tahlilan. Jenis makanannya
beragam, ada kue, ada pula nasi
lengkap dengan lauk-pauknya.
Kegiatan nganggung tidak hanya
dilakukan di Kabupaten Bangka saja,
tapi juga dilakukan di daerah lainnya
di Provinsi Bangka Belitung, hanya
saja dan acara dan event-nya
berbeda. Untuk perayaan yang
besar-besaran masih agak berbeda.
Jika di Bangka Barat ada Perang
Ketupat, di Bangka Selatan ada 1
Muharram-an, di Kabupaten Bangka
Tengah ada perayaan 1 Maulud-an,
maka di Kabupaten Bangka Induk
ada Rebo Kasan atau Ruahan dan
acara lainnya. Jadi, sebenarnya
nganggung adalah ajang silaturahmi
antarwarga.
Di sisi lain, nganggung sendiri
ditujukan untuk menggalakkan
solidaritas berjamaah yang mungkin
mulai pudar. Makin berkembangnya
nganggung di hari-hari besar agama
Islam hingga pada acara kematian
merupakan wujud kepedulian
masyarakat untuk membesarkan
hati keluarga yang berduka.
“Nganggung juga merupakan
wujud gotong-royong antarwarga
dan perlu dilestarikan,”

beberapa contoh budaya bangka

Selain pantai, Bangka juga dikenal
dengan keragaman budayanya. Dari
budaya lokal hingga budaya
"Import" yang dibawa para
pendatang. Keragaman budaya
inilah yang belakangan menjadi aset
penting untuk mengembangkan
pariwisata.
Pulau Bangka yang dikelilingi lautan,
laksana surga-surga bagi para
nelayan. Itulah secuil cermin tentang
kebudayaan nelayan di pulau yang
dulu dikenal sebagai penghasil
timah.
Dalam perkembangannya, latar
belakang masyarakat Bangka yang
sebagian besar nelayan itu, ternyata
turut mempengaruhi pertumbuhan
kebudayaan lokal. Meski saat ini pola
hidup masyarakat Bangka telah
mulai bergeser, kebudayaan lokal
yang mengandung unsur nelayan
masih tetap kental mewarnai sendi-
sendi kehidupan masyarakatnya.
Paling tidak saat ini ada dua event
budaya besar yang berhubungan
dengan nelayan, yakni, upacara
rebo kasan dan buang jong.
Selain itu ada ritual-ritual budaya
yang dipengaruhi unsur religi,
sementara pertunjukan kesenian
Barongsai mewakili kebudayaan
masyarakat pendatang (Tionghoa)
Tapi diantara banyak ritual budaya di
Bangka, upacara sepintu sedulang
boleh jadi memiliki makna yang
khusus. Inilah ritual yang
menggambarkan persatuan
masyarakat Bangka.
Sepintu Sedulang
Kata sepintu sedulang adalah
semboyan dan motto masyarakat
Bangka yang bermakna adanya
persatuan dan kesatuan serta
gotong royong. Ritual ini adalah satu
kegiatan penduduk pulau Bangka
pada waktu pesta kampung
membawa dulang berisi makanan
untuk dimakan tamu tau siapa saja
di balai adat.
Dari ritual ini, tercermin betapa
masyarakat Bangka menjujung
tinggi rasa persatuan dan kesatuan
serta gotong royong, bukan hanya
dilaksanakan penduduk setempat
melainkan juga dengan para
pendatang.
Jiwa gotong royong masyarakat
Bangka cukup tinggi. Warga
masyarakat akan mengulurkan
tangannya membantu jika ada
anggota warganya memerlukanya.
Semua ini berjalan dengan dilandasi
jiwa Sepintu Sedulang. Jiwa ini dapat
disaksikan, misalnya pada saat
panen lada, acara-acara adat,
peringatan hari-hari besar
keagamaan, perkawianan dan
kematian. Acara ini lebih dikenal
dengan sebutan “Nganggung”, yaitu
kegiatan setiap rumah
mengantarkan makanan dengan
menggunakan dulang, yakni baki
bulat besar.
Rebo Kasan
Inilah upacara yang sudah menjadi
tradisi bagi masyarakat Bangka
khususnya nelayan. Upacara ini
dilaksanakan sebagai ungkapan rasa
syukur sekaligus memohon doa
restu kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar terhindar dari bala (bencana)
sebelum mereka turun ke laut untuk
mencari ikan.
Upacara ini biasa dilakukan di daerah
pesisir Pantai Anyer Kecamatan
Merawang. Upacara rebo Kasan
adalah gambaran dari harapan para
nelayan agar hasil tangkapan ikan
mereka melimpah.
Buang Joang
Mirip dengan upacara Rebo Kesan,
upacara Buang Joang juga dilakukan
masyarakat nelayan sebelum pergi
ke laut. Dalam ritual ini para nelayan
menyampaikan permohonan dan
doa kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar saat mencari ikan tidak
mengalami musibah atau terkena
bencana dilaut, serta semoga
mendapatkan penghasilan ikan yang
banyak. Upacara ini bisa dilakukan
oleh masyarakat di pantai Belimbing
daerah Bakit Jebus.
Ceriak Nerang
Upacara ini biasanya dilakukan
setelah panen padi, sebagai puji
syukur pada Tuhan Yang Maha
Kuasa, yang telah memberi berkah
dan rezeki pada umatnya.
Perang Ketupat
Bagi masyarakat Bangka, khususnya
masyarakat Tempilang, upacara ini
diadakan pada bulan Sya'ban
(perhitungan tahun hijriah) untuk
menyambut datangnya bulan
Ramadhan umat Islam. Acara ini
dilaksanakan di Pantai Pasir Kuning,
Kecamatan Tempilang.
Barongsai
Seperti di tanah leluhurnya, China,
pertunjukan kesenian Barongsai di
pulau Bangka juga selalu menarik
minat pengunjung. Kendati
merupakan budaya import,
masyarakat Bangka telah
menganggap Barongsai sebagai
budaya mereka. Seperti halnya
kebudayaan-kebudayaan lokalnya.
Upacara ini bisanaya disajikan pada
waktu bulan purnama atau hajatan,
khususnya dikalangan masyarakat
keturunan Tionghoa.
Mandi Belimau
Upacara mandi belimau ini
merupakan tradisi yang sudah jadi
turun temurun di masyarakat dusun
Limbung desa Jada Bahri dan Desa
Kimak, Kecamatan Merawang,
Kabupaten Bangka. Kegiatan ini
dilakukan dalam rangka menyambut
bulan suci Ramadhan yang biasanya
dilaksanakan seminggu sebelum
awal puasa. Upacara adat mandi
belimau di laksanakan di pinggir
sungai Limbung.
Menurut pemaham mereka, melalui
upacara Mandi Belimau ini, maka
segala apa yang kita inginkan dan
apa yang kita doakan akan terkabul
asalkan sesuai dengan tatacara yang
telah ditentukan.
kimpoi Massal
Salah satu adat istiadat peninggalan
zaman Kerajaan Sriwijaya yang
masih dapat disaksikan pada
masyarakat Bangka adalah acara
adat perkimpoian. Acara ini diadakan
pada hari-hari baik sesuai dengan
kepercayaan masyarakat dan
dinamakan musim kimpoi. Musim
kimpoi adalah suatu pesta kimpoi
massal, setelah panen lada. Di desa-
desa daerah Toboali, acara ini amat
populer. Biasanya 15-20 pasang
pengantin, dinikahkan dalam sehari.

Sabtu, 04 September 2010

UPACARA MANDI BELIMAU

Seorang laki-laki bersorban
membacakan doa yang di depannya
terdapat kendi yang berisi air.
Sementara lima laki-laki dengan
mengenakan kain hijau, merah,
kuning, hitam dan kelabu berdiri di
belakangnya. Setelah itu, air yang di
dalam kendi disiram kepada warga.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
kaya akan tradisi dan ritual
bernuansa keagamaan. Salah
satunya adalah upacara adat Mandi
Belimau di Dusun Limbung, Desa
Jada Bahrin Kecamatan Merawang.
Upacara diawali dengan kegiatan
Napak Tilas yang dimulai dari
Gedung Juang Sungailiat menuju
makam Depati Bahrin di Lubuk
Bunter, Desa Kimak yang ditempuh
dengan menggunakan perahu
motor untuk menyeberang sungai.
Ritual adat Mandi Belimau dimulai
dari pengutaraan niat disertai doa
yang dipimpin Haji Ilyasak
keturunan kelima Depati Bahrin yang
sekarang adalah pemuka adat
Kecamatan Merawang. Dalam
upacara ini Haji Ilyasak sebagai
pemimpin mengenakan kain putih,
sementara lima pemuka adat lainnya
yang membantunya mengenakan
kain berwarna hijau, merah, kuning,
hitam dan kelabu. Tidak disebutkan
apa makna yang tersirat dari
perbedaan lima warna kain yang
dikenakan oleh yang membantu
ritual itu dan yang mempimpin.
Sedangkan pelaksanaan mandinya
sendiri dilakukan di depan Sungai
Limbung, yang dimulai dari
membasahi telapak tangan dari
yang kanan, lalu telapak kiri,
kemudian kaki kanan dan kiri yang
diteruskan membasahi ubun-ubun
dan seluruh anggota tubuh dengan
guyuran air yang dicampur dengan
jeruk limau.
Bahkan ada di antara warga yang
sengaja membawa pulang air yang
digunakan untuk ritual Mandi
Belimau, yang diyakini memiliki
khasiat tertentu. Menurut bupati bangka, rangkaian
kegiatan adat Mandi Belimau itu
adalah simbol-simbol tradisi yang
baik untuk perenungan dan
pensucian diri baik lahir maupun
batin.
“Selain itu dalam rangka menumbuh
kembangkan nilai-nilai sejarah
perjuangan para pendahulu kita
yang ada di daerah Bangka seperti
kepahlawanan Depati Bahrin, Depati
Amir dan lainnya, ” ujar Ketua DPD
PPP Babel ini. Keinginan Pemerintah
Daerah Bangka ini sejalan dengan
apa yang diharapkan masyarakat
Dusun Limbung, Desa Jada Bahrin
Kecamatan Merawang agar ritual
adat Mandi Belimau dapat
dipertahankan dan dilestarikan.
Upacara adat masyarakat Dusun
Limbung Desa Jada Bahrin dan Desa
Kimak Kecamatan Merawang
Kabupaten Bangka yang sudah jadi
turun temurun hingga sampai
sekarang ini yang disebut dengan
Mandi berlimau. Kegiatan ini
dilakukan dalam rangka menyambut
bulan suci Ramadhan yang biasanya
dilaksanakan 1 (satu) minggu
sebelum datangnya bulan suci
Ramadhan, Upacara adat Mandi
Belimau dilaksanakan dipinggir
Sungai Limbung. Menurut
pemahaman mereka bahwa dengan
acara mandi berlimau ini maka
segala apa yang kita inginkan/
kehendaki dan apa yang kita do'akan
akan terkabul asalkan sesuai dengan
tata acara yang telah ditentukan.
ASAL USUL MANDI ADAT MANDI
BELIMAU
Terjadinya (Mubadi) Ilmu Tauhid
dan hukum-hukumnya di wilayah
Bangka Tengah bertempat di
Penareh, sebuah perkampungan
yang terletak di hulu Sungai
Limbung, daerah ini pernah di
tempati oleh mereka yang punya
nama-nama besar seperti, AKEK
JOK, AKEK POK, AKEK DAEK,
DEPATI AMIR DAN DEPATI BAHREIN
serta nama - nama besar lainnya.
TUJUAN
1. Mencari keinginan-keinginan :
- Keinginan Allah (Zikir)
- Keinginan Rhosul (Sholawat,
Sunah)
- Keinginan Malaikat (Tahmid, Takbir,
Tasbih)
- Keinginan Manuasia (Do'a terkabul)
2. Meningkatkan perbuatan Mandi
Taubat serta Sembahyang Sunat
Taubat.
3. Meningkatkan perbuatan Amal
Ibadah Fardhu dan Sunat
4. Meningkatkan Ibadah Silatuh
Rahim.
FAEDAH
Melepaskan diri dari pada Azab yang
ditetapkan atas Kafir dan Sholeh
Itikad.
MARTABAT
Ialah semulya-mulyanya ilmu
karena Ia bergantung pada Zat Allah
dan Rhosul. Pengambilannya pada
Dalil Aqhli memandang asal yang
menghantarkannya ialah Allah dan
Rhosulnya dan adapun yang
membuatnya dengan sifatnya (cara)
seperti sekarang yang
mengikutinya.
Kegiatan Mandi Belimau diawali
dengan berziarah ke Makam Depati
Bahrein yang terletak di wilayah
Lubuk Bunter sekitar kurang lebih 8
km dari Desa Kimak. Dalam
melakukan ziarah diisi dengan
kegiatan membaca Surah Yasin
serta memanjatkan do'a, dipandu
oleh tokoh agama setempat.
Setelah selesai melakukan ziarah ke
Makam Depati Bahrein, selanjutnya
menuju ke Dermaga Lubuk Bunter
kurang lebih 3 km dari lokasi
makam. untuk menyeberangi
Sungai Jada yang banyak di
tumbuhi dengan pohon bakau,
menggunakan perahu kayu untuk
sampai ke Dusun Limbung tempat
dilaksanakannya upacara adat Mandi
Belimau.
MAKNA WARNA
Di sekitar tempat pelaksanaan
upacara adat Mandi Belimau terdapat
5 (lima) macam kain berwarna yang
bermakna :
1. BIRU yang berarti Pemberani -
Isroil Istana Jantung Tulang Ali.
2. MERAH yang berarti Panglima -
Isrofil Istana Jantung Daging Usman.
3. KUNING yang berarti Pengrajin -
Mikail Istana Urat Umar.
4. HITAM yang berarti Sabar
Penyimpan Rahasia, Bersatu Jihad -
Jibroil Istana Lidah Darah Abu Bakar
5. PUTIH yang berarti Kesucian -
Titis Nur Muhamad SAW Al Ulama
Miswhatul Mursyid
AIR TAUBAT
Air yang digunakan untuk
pelaksanaan upacara adat Mandi
Taubat yaitu air yang di ambil dari
sumur kampung yang telah
dibacakan mantera dan dicampur
dengan :
1. Jeruk nipis 7 buah, syarat kode
kain merah tanda panglima
menguasai ilmu sakti. (Akek Pok )
2. Pinang 7 butir, syarat kode kain
putih tanda kesucian batin pendekar
(Depati Bahrein)
3. Bonglai kering, 76 iris, syarat
kode kain hitau tanda pemberani ,
pemberantas jin dan iblis (Akek Jok)
ahli ilmu politik.
4. Kunyit 7 mata, syarat kode kain
kuning rajin bekerja, orang yang
rajin musuhnya iblis, orang malas
kawannya iblis (Akek Sak)
5. Mata mukot 7 jumput, bawang
merah 7 biji, kode kain kelabu orang
suka penurut. (Akek Daek)
6. Arang usang, kode kain hitam
tanda sabar menyimpan rahasia
tanda bersatu jihad fisabillillah (Akek
Dung)
PELAKSANAAN
Dalam melaksanakan Mandi Belimau
terlebih dahulu mengutarakan niat
nantinya akan menyertai do'a yang
di bacakan oleh tokoh adat sekaligus
memulai melakukan pemandian.
Untuk pemandian ini dimulai dari
membasahi telapak tangan dari
yang kanan lalu kiri, selanjutnya kaki
kanan lalu kiri, setelah itu diteruskan
dengan membasahi umbun-umbun
baru kemudian seluruh anggota
badan hingga diperkirakan seluruh
anggota badan terkena basahan air.
Pada akhir pelaksanaan upacara adat
Mandi Belimau dilaksanakanlah suatu
tradisi adat Sepintu Sedulang yang
di sebut "Nganggung", yaitu
membawa makanan secara
bergotong-royong ke suatu tempat
untuk di nikmati bersama-sama
(dalam hal ini Mesjid Dusun
Limbung).
BUPATI LETAKAN
BATU PERTAMA TPA
FATURAHMAN KIMAK
Humas dan Protokol, 22-05-2010
Jumat (21/5), Bupati Bangka, H.
Yusroni Yazid, SE melakukan
peletakan batu pertama Taman
Kanak- kanak Al Quran (TPA)
Faturahman Desa Kimak Kecamatan
Merawang Kabupaten Bangka. Hadir
pada pembangunan TPA tersebut
antara lain, para pejabat SKPD di
Lingkup Pemkab Bangka, unsur
tripika serta masyarakat Desa Kimak.
Dalam sambutannya, Bupati Bangka
mengungkapkan pentingnya
pembangunan sarana pendidikan
informal yang berlatarbelakang
agama. Didasari juga dengan
kebijakan pemerintah yang
mengharuskan setiap anak- anak
yang masuk ke pandidikan formal
harus bisa membaca Al Quran dan
bebas dari buta aksara dan Al
Quran.
“Pembangunan TPA ini sangat
penting untuk modal dasar dalam
bidang mental spiritual dan juga
membantu pemerintah dalam
bidang pendidikan bahwa setiap
anak yang masuk sekolah harus
bisa baca Quran dan bebas buta
aksara,” ungkap Pak Bup.
Lebih lanjut beliau mengatakan,
kegiatan ini juga selain untuk
mambantu pemerintah juga
merupakan amal ibadah dan untuk
masa depan, baik bagi diri pribadi
maupun bagi semua orang.
“Sebagai amal ibadah, hal ini sangat
penting bagi modal kita di kehidupan
akhirat dan akan dihitung sebagai
amal bagi di hadapan Allah,” ingat
bupati.
Diharapkan TPA/RKA yang
memerlukan dana sekitar Rp.600
juta ini bisa cepat selesai
pembangunannya dan bisa
bermanfaat bagi anak- anak yang
berada di Desa Kimak dan
sekitarnya.
Pada kesempatan itu juga, diadakan
doa bersama bagi masyarakat Desa
Kimak yang akan melaksanakan
ibadah umroh massal di Masjid
Faturahaman Desa Kimak. (Lutfi/
Humas)